Sunday, November 15, 2015

GILI LABAK MADURA, PULAU MINI BERPASIR PUTIH



Bulan November ini, aku nggak nyangka bisa singgah di bagian timur Pulau Madura. Jalan-jalan kali ini, memang fokus utamanya bukan untuk jalan-jalan. Tapi, kenapa nggak sekalian saja. Rugi, kan perjalanan dari Ngawi saja butuh waktu 7-8 jam. Karena kali ini start dari Sidoarjo, waktu perjalanan cuma 4-5 jam.
Yang pertama dikuncungi – setelah setengah misi sudah terlaksana – adalah Pulau Talango, yang letaknya di sisi timur Pulau Madura. Untuk menuju ke sana, kita harus menyebrang dulu dari Pelabuhan Kalianget menggunakan perahu. Nggak lama, kok, kurang lebih sekitar 10 menit kita sudah  sampai.
Pelabuhan Kalianget - Madu
Di Pulau Talango ini ada Asta SAYYID YUSUF, sebuah makam pejuang dan penyebar agama Islam. Menuju ke sini , setelah menyebrang dari Kalianget, kalau nggak bawa kendaraan pribadi, kalian bisa menggunakan becak motor. Tarifnya sekitar 5-10 ribu.
Setelah selesai berziarah dan solat duhur, kita kembali ke Kalianget untuk persiapan ke Gili Labak.
Sampai ke Kalianget sekitar jam 12 siang. Kapal nelayan yang akan mengantar kita ke Gili Labak sudah siap. Memang lebih mudah sih, karena kita ngajakin orang Sumenep langsung. Namanya Mas Agus, anggap saja dia Tour Guide kita. Karena dia, kita nggak perlu repot-repot nyari perahu dan tawar menawar. Dengan bantuan temannya, kita bisa mendapatkan perahu nelayan dengan sewa 700 ribu pulang pergi Kalianget-Gili Labak. Lumayan, lah. Sebenarnya, ke Gili Labak gini paling enak rame-rame, biar bisa patungan sewa perahu. Satu perahu biasanya muat sekitar 10 orang.
Ini anaknya Bapak yang punya perahu
Jam 12 lebih 15 menit, perahu motor nelayan sudah mulai meninggalkan Kalianget. Kita butuh dua jam perjalanan untuk sampai di Pulau yang tak terlihat dari Kalianget ini. Tapi, semangat-semangat!!!
Perjalanan memang lumayan lama, matahari juga panas banget. Ombak yang awalnya biasa-biasa saja mulai mengganas, membuat baju mau nggak mau jadi basah juga. Kalau kesini, siapin kresek buat bungkus tas, lalu jangan lupa bawa baju ganti, karena walau nggak snorkeling, pas turun dari perahu kalian harus nyemplung air. Jadi, tetep saja basah. Juga jangan lupa bawa makanan dan minuman secukupnya, biar nggak galau di atas perahu.
Mendekati Gili Labak, pulau ini sudah memancarkan pesonanya lewat pasir putih yang keren banget dari kejauhan. Bikin nggak sabar buat segera sampai. Dan saat perahu menepi, kamu bakal disuguhi dasar laut dangkal yang air jernih banget, sampai-sampai kamu bisa lihat ikan-ikan kecil berenang.
Tuh, kelihatan kan dasar lautnya...
Turun dari perahu, tulisan nama pulau ini sudah memanggil kita buat pasang aksi – asli, bawaan anak alay, ini.
Niatnya, sandal tinggal saja di perahu. Ternyata, bahhh…panas banget pasirnya. Terpaksa nyemplung air lagi buat ambil sandal.
Nggak mau buang-buang waktu, kita jalan-jalan keliling pulau. Semakin jalan kita ke kiri – maaf saya nggak tahu arah angin waktu di sana –  angin lautnya semakin terasa. Padahal, di bagian saat kita menginjakkan kaki pertama kali tadi, anginnya sama sekali nggak terasa, pasirnya juga panas banget. Tapi, di bagian kiri ini pasirnya enak, adem banget.
Yang menarik di Gili Labak, selain dasar laut yang terlihat, dan pasir putihnya, di sini ada pohon-pohon tumbang atau ranting-ranting pohon yang tertancap di atas pasir berwarna putih. Kayu apaan ini? Orang Sumenep sendiri juga nggak tahu.
Di Gili Labak ada jasa yang menyedakan alat snorkeling, tapi kegiatan ini katanya cuma ada di hari sabtu-minggu. Katanya orang sana, kalau malam minggu pulau ini ramai banget orang camping. Saking ramainya, penjual di sana selalu belanja ayam satu perahu bisa ludes dalam semalam.
Waktu terasa cepat banget di sini, bikin kita angkat tangan saat ditawari keliling seluruh pulau. Padahal, masih ada bagian-bagian pulau yang belum di eksplor. Mungkin, lain kali bisa ke sini lagi – serius?- hahaha… rasanya udah mabuk banget, berasa mikir lagi kalau mau ke sini.
Kita naik perahu lagi menuju Kalianget. Saat perahu mulai jalan, goyangan perahu ganas banget. Jiper juga. Alhamdulillah, semakin ke tengah perahu semakin stabil. Di temani sunset yang tertutup mendung, mata berasa berat banget karena ngantuk. Tapi, mau tidur gaya apa coba, kalau dek perahunya basah. Kalau maksa rebahan, baju basah boy.
Menikmati sunset di atas perahu sambil menahan kantuk
Hampir jam enam petang, kita masih di atas perahu. Mimpi apa coba bisa merasakan naik perahu nelayan kecil begini jam segitu. Untungnya, meskipun beberapa kali melihat mendung, hujan nggak turun. Kalau hujan, nggak tahu, deh. Di tengah laut, matahari udah nggak ada, naik kapal kecil, hujan pula, udah nggak usah dibayangin, terlalu mengerikan.
Sekitar jam enam atau setengah tujuh – maaf, lupa nggak nyimak jam –  kita berhasil kembali ke Kalianget, dan siap-siap buat pulang.
Setelah dari Madura, kita langsung pilih dianterin menuju ke Terminal Bungurasih. Lanjut pulang saja, tidur bisa di bus. Sampai rumah sekitar jam empat pagi. Habis subuh, langsung dah tidur dan baru bangun jam sembilan pagi.
Lagi-lagi aku cuma bisa pamer foto buat oleh-oleh. Secara, kantong tipis begini mau apa lagi yang bisa dibawa pulang selain diri sendiri dan foto-foto.
So, buat racun biar kalian makin mupeng jalan-jalan silahkan dinikmati oleh-olehku berikut ini.




















Dokumentasi  by Mas Agus, Alin Amijaya (@alinamijaya)  dan Ari Putu Amijaya (@ariputuamijaya)
Narasi by  Dian S Putu Amijaya (@dianputuamijaya)

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos