Saturday, December 27, 2014

Resensi – FRIENDS DON’T KISS “Biarkan sekali saja cinta yang Bicara”



Penulis : Syafrina Siregar
Penerbit : Gramedia
Genre : Romance, Fiksi
Kategori : Adult, Metropop
Terbit : 2014
Tebal : 208 hlm
ISBN : 978 – 602 – 03 – 1078 – 7
Harga : Rp. 45.000
Pada dasarnya, jatuh cinta itu bisa dengan siapa saja. Bahkan, dengan orang yang salah sekalipun.
Tapi, lain lagi jika kita ingin menjalin hubungan cinta. Dalam hal ini, pertimbangannya bukan sekedar “Aku cinta Padamu”. Ada sesuatu yang lain. Mungkin, persamaan prinsip yang hampir harus sama, atau kesepakatan untuk menerima perbedaan di antara keduanya.
Yang jelas, dalam sebuah hubungan harus ada yang namanya kecocokan untuk menciptakan sebuah kenyamanan.
Namun, dalam hubungan Mia dan Ryan, ada sesuatu yang membuat hubungan mereka sepertinya tidak akan pernah cocok.
“In case your forget, Mia, friends don’t kiss.” – Ryan – hlm. 153

Mia Ramsy, seorang konsultan Laktasi. Dia jatuh cinta pada orang yang salah. Seorang laki-laki yang mobilnya dia tabrak di parkiran rumah sakit. Seseorang yang harusnya tidak boleh dia cintai.
Lalu, kejadian tabrakan itu malah menghantarkan mereka pada sebuah makan malam. Kemudian, dengan sangat mudah mereka mulai jatuh cinta. Sayangnya, saat Mia jatuh cinta pada Hardian Subagyo, dia tak tahu siapa laki-laki ini sebenarnya.
“Aku memang Hardian Subagyo, Mia. Tapi tidak akan aku biarkan namaku mempengaruhi hubungan kita.” – Ryan – hlm. 171

Ryan adalah pemilik Prima Gold, produsen susu formula yang menjadi musuh besar Mia dan teman-temannya yang tergabung dalam IMB (Indonesian Breastfeeding Mother).
Bagi IMB, Prima Gold sudah menyalahi aturan dalam pemasaran produknya. Mereka dengan berani menghasut para ibu untuk lebih percaya pada susu formula dari pada ASI.
Lalu, apa yang terjadi saat Mia mengetahui siapa sebenarnya Ryan? Masihkah Mia berani berharap untuk menghabiskan sisa hidup bersamanya?
“Jika kamu sungguh mencintaiku, kamu akan memberiku kebenaran, Ryan. Dan tanpa diminta.” – Mia – hlm. 174

Mia sangat tahu, prinsip hidupnya dan Ryan saling bertolak belakang. Bagi Mia, dia ingin semua ibu menyusui anaknya. Sedangkan Ryan, dia ingin target penjualan naik dua kali lipat. Bagaimana caranya? Jelas dengan membuat para ibu percaya bahwa Prima Gold adalah susu formula terbaik, bahkan lebih baik dari ASI.
“…kalo gue diberi kesempatan sama Tuhan untuk punya anak, apapun bakal gue lakukan, sekalipun harus pontang-panting demi memberikan yang terbaik.” – Mia – hlm. 71
 
Friend Don’t Kiss, sebuah novel Metropop yang lahir untuk menyuarakan hak setiap bayi agar mendapatkan ASI eksklusif. Sebuah cara sosialisasi yang menurutku sangat jenius sekali. Penulis hanya perlu menyelipkan segala info penting tentang ASI di dalam kisah percintaan khas novel romance. Dan, tanpa disadari pembaca, mereka sudah menyerap segala hal yang penulis ingin sampaikan.
“Hakikat seorang ibu adalah perjuangannya yang maksimal untuk memberikan yang terbaik. Dan ASI adalah hak setiap bayi.” – Mia – hlm. 122

Untuk aku pribadi, karena usiaku yang sudah cukup matang, info-info tersebut sangat bermanfaat bagi aku meskipun untuk saat ini belum bisa aku praktekkan. Tapi, aku bisa berbagi info tersebut jika ada orang-orang di sekitarku yang dalam masa menyusui.
Namun, aku merasa cara penyampaian tentang pentingnya memberikan ASI pada bayi terlalu ambisius, kurang soft. Sehingga, ajakan tersebut terasa seperti mendikte dan – sedikit -membebani. Ini terlihat sekali saat Mia menentang keras adiknya, Lia, memberikan susu formula pada bayinya.
Kemudian, cara menjelaskan segala hal tentang ASI juga begitu detail, sampai-sampai aku merasa 70% fokus novel ini adalah tentang sosialisasi ASI. Mungkin karena itu, kisah Ryan dan Mia terasa kurang dieksplor lebih. Membuat hubungan mereka berkembang terlalu cepat.
Beberapa konflik di novel ini menurutku juga terlalu didramatisir. Contohnya saja saat Mia gagal menemani adiknya untuk melahirkan dan melakukan proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Mia tampak sangat-sangat-sangat bersalah seperti baru saja melakukan sebuah kekacauan besar.
Kemudian, saat masalah ASI mulai masuk dalam hubungan Ryan dan Mia, konflik yang terjadi memang seharusnya terjadi. Sayangnya, aku kurang suka dengan penyelesaiannya.
Kenapa harus seperti itu? Kesannya malah tidak masuk akal. Bagaimana bisa seorang pebisnis handal seperti Ryan begitu mudah mengambil keputusan sebesar ini? Apakah dia tidak memikirkan nasib karyawannya? Meskipun Ryan sudah menjelaskan akan memindahkan mereka ke perusahaan milik Subagyo lainnya. Tetap saja, aku merasa cara tersebut tidak terlalu efektif.
Menurutku, masalahnya ada pada cara promosi dan produksi susu untuk bayi yang baru lahir. Tak perlulah mengambil keputusan sebesar itu. Mungkin, dengan menghentikan produksi susu formula untuk bayi yang baru lahir saja sudah cukup. Jadi, tak perlu ada korban, kan?
Untung saja penulis menggunakan gaya bahasa yang ringan, sehingga aku tetap menikmatinya. Pilihan diksinya juga sering kali membuat aku melting. Apalagi interaksi antara Ryan dan Mia terkadang tampak konyol, namun masih terasa manis.
Ryan tipe laki-laki yang harus mendapatakan apapun yang dia mau. Dia tidak terbiasa untuk menunggu jawaban ‘iya atau tidak’. Namun, Ryan tipe laki-laki yang bisa begitu menghormati wanita, dan mampu memposisikan dirinya dengan baik diberbagai keadaan. Dia juga orang yang menghitung segala sesuatu dengan cermat sebelum mengambil tindakan (kecuali saat mengambil keputusan akhir di novel ini). Dia benar-benar khas pebisnis handal yang romantis.
Sedangkan Mia, wanita satu ini tampak emosional, agak kaku, ekspresif, ceroboh, sensitif, dan sangat idialis. Mia bukan tipe orang yang plin-plan. Apa yang sudah dipilihnya adalah sesuatu yang harus dia jadikan prioritas. Inilah sebabnya Mia begitu terobsesi pada ASI dan membuatnya kalang kabut saat mengetahui siapa Ryan yang sebenarnya.
Karena novel ini termasuk dalam kategori adult dan membahas tentang dunia menyususi, aku tidak merekomendasikan novel ini untuk remaja di bawah usia 19 tahun, atau yang masih awam banget tentang apapun yang berhubungan dengan bayi.
Namun, untuk mereka yang usianya di bawah 19 tahun dan mengambil sekolah kesehatan, khususnya kebidanan, sepertinya novel ini bisa jadi buku pelajaran yang mengasyikan untuk menambah pengetahuan. Dan novel ini semakin cocok di baca oleh ibu yang sedang dalam masa menyusui. Semoga mereka semakin semangat memberikan ASI pada bayi mereka setelah membaca novel ini.
Untuk desain cover-nya cukup sederhana. Tapi, gambar cap bibir merah membuatnya tampak sexy. Dan logo ibu menyusui di pojok bawah bagian kiri mempertegas bahwa novel ini adalah sarana untuk mensosialisasikan pentingnya memberi ASI eksklusif pada bayi.
Rating untuk novel ini 2,4 dari 5 bintang.

 

2 comments:

  1. yah aku masih 17 tahun -_- hehe tp udah terlanjur baca resensinya gimana dong -_-

    ReplyDelete
  2. Wah,, g papa juga kalo terlanjur. Kali2 bisa tergerak buat jadi Konsultan Laktasi. Eh, tapi cowok emang boleh? :D

    ReplyDelete

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos