Tuesday, October 25, 2016

Hutan Pinus, Gumuk Pasir, Parangtritis, Malioboro – YOGYAKARTA YANG TAK PERNAH BERHENTI BERCERITA



Yogyakarta, entah berapa kali aku menyambangi kota ini. Tapi, tak ada kata bosan untuk sering menginjakkan kaki dan mengeksplor sudut-sudutnya.
Terakhir ke Yogyakarta bulan Januari 2015. Sempat bikin acara backpaker-an yang sangat berkesan di bulan Agustus 2014. Untuk yang backpaker-an, ulasannya bisa dibaca disini.
Kali ini, jalan-jalannya bareng anak-anak satu lingkungan rumahku. Temen-teman yang jadi dekat karena Karang Taruna. Tapi, jalan-jalan ini bukan acara Karang Taruna, ya. Catet. Sekalian klarifikasi, nih. Walaupun, anggotanya sebagian besar memang anak-anak Karang Taruna.
Sebelum berangkat, ada saja dramanya. Mulai dari *tit...tit...tit..* udah yang satu ini nggak perlu dibahas. Lalu, anggota yang tiba-tiba mengundurkan diri, ada juga yang ngerjain temen-temannya, sok-sok nggak jadi ikut tour, bikin yang lain panik. Dan, yang sok-sok nggak ikut ini akhirnya beneran nggak ikut karena sakit. Siapa itu? Jawab sendiri.
Jam tiga lebih kita berangkat. Lagi-lagi drama part II dimulai. Yang depan nggak mau pakai AC, yang belakang teriak karena tersiksa kepanasan. Di jalan, drama masih berlanjut, ini mau langsung ke Parangtritis atau ke Hutan Pinus Mangunan. Oke, diputuskan menuju ke Hutan Pinus Mangunan. Cuma, ini navigatornya error. Suruh baca GPS malah dibikin nyasar. Sebut nama pelakunya cc Iskandar.
Anggota nge-trip kali ini. Minus Pan yang ambil foto
Untungnya, peserta lain tanggap, kayaknya Mas Kholis. Elf puter balik, dan navigator pindah padaku, dibantu Mas Kholis. Ya namanya manusia, mungkin tiba-tiba gantian aku yang error. Ternyata, setelah tulisan Gunung Kidul, itu belok kanan jika dari arah Yogya – kayaknya – bukan terus.
Setelah hampir tiga puluh menit perjalanan, ketemu hutan pinus. Tapi, ini Hutan Pinus Pengger, bukan Hutan Pinus Mangunan. Cuma, mau gimana lagi. Udah 2 yang stor isi perut, si Bos udah nggak kuat juga, dan stor-nya pas udah turun dari mobil. Si Bu Bidan ternyata juga K.O. Aduh, kembarannya sakit, masak mau ikut sakit juga.
Mau nggak mau, harus puas sama Hutan Pinus Pengger. Lumayan, lah, dari pada nggak sama sekali. Ntar, kapan-kapan Hutan Pinus Mangunan  aku sambangin sendiri, sekalian ke Kebun Buah Mangunan. Info parkir di sini Rp. 10.000 untuk roda empat. Kalau motor nggak sempat tanya.
Aku masih penasaran sama Hutan Pinus Mangunan. Jadi, iseng tanya mas-mas yang jaga toilet. Katanya, kalau mau ke Hutan Pinus Mangunan harus naik lagi sekitar tiga puluh menitan. Udah nggak mungkin. Cuma aku yang semangat sendiri, kayaknya. Yang lain udah keok.
Hutan pinus ini nggak terlalu luas. Ada beberapa spot yang bagus, mulai dari rumah pohon, ayunan, batu-batu besar, dan ada spot di pinggir tebing yang bisa kasih view seperti di bukit. Aku ngiri sama Bos Ipin & Apit yang bisa naik batu besar di pinggir tebing itu. Kenapa pas ke sana nggak nemu spot itu. T.T *Apa fotonya diedit aja. Pake photoshop bisa nggak ya?*


Awalnya, mereka nggak terlalu antusias sama tempat ini, ternyata pada semangat juga foto-foto. Dan, ada satu foto favorit nih. Silahkan disimpulkan sendiri makna foto tersebut.
*Sebenarnya tidak seperti yang dilihat. Beneran...Itu aku yang minta pose begitu. Klarifikasi sebelum sandal melayang dari salah satu si kembar*
Puas ambil foto, kita lanjut jalan. Sekarang, tujuannya langsung ke Parangtritis.  Perjalanan sekitar satu jam. Dan, di pintu masuk kawasan Parangtritis, kita harus membayar retribusi Rp. 5.000 per orang.
Karena miskomunikasi, sama sopirnya – yang namanya baru aku tahu sehari setelah acara ini selesai – mobil langsung meluncur ke Parangtritis, padahal kan mau ke Gumuk Pasir dulu. Puter lagi. Pakai bantuan GPS – terima kasih banyak pada teknologi modern – akhirnya, ketemu pertigaan yang menuju ke sana. Padahal ada tulisannya – Gumuk Pasir – cuma dua navigator di depan ini entah lagi eror atau gimana sampai nggak sempat lihat.
Gumuk di siang hari super panas. Lagi-lagi, cuma aku yang semangat. Bermodal payung, aku nggak takut panas. Karena hasil browsing dulu sebelum berangkat, prepare ku benar-benar tepat.
Di sini banyak spot foto yang memang disiapkan untuk para penggila foto. Dari bentuk hati berbunga-bunga, dua kursi di tengah gurun, sampai membangun fenomena aneh : bunga sakura tumbuh di padang pasir. Sayang, nggak sempat difoto.
Ngopi dulu, nge-es dulu. Panas!!!
Info harga parkir di sini Rp. 10.000. Harga es dan kopi juga masih sangat normal. Kopi instan dengan pilihan merk tertentu Rp. 5.000, dan Es Rp. 3.000.
Setelah matahari nggak terlalu terik, kita jalan ke Parangtritis. Parang Kusumo di cancel karena satu pantai dirasa sudah cukup. Tapi, yang mau main air sepertinya tetep semangat. Yang nggak main air gelar tikar di bawah pohon sambil ngemil kacang kulit. Sayang banget, keasyikan kita terganggu sama hujan yang tiba-tiba turun. Jadilah tikar sebagai payung untuk balik ke parkiran. Aku aman, bawa payung. Makanya, prepare sebelum berangkat itu super perlu saudara-saudara.
Belum puas duduk-duduk, eh...hujan. Alamat nyuci tikar T.T
Info : mandi di Parangtritis Rp. 4.000, wudlu Rp. 2.000, Parkir Rp. 20.000. Ini pas weekend, beda nggak ya kalau nggak weekend?
Lanjut lagi, masih satu destinasi belanja yang ngehits dan wajib disambangin kalau main ke Yogyakarta, Malioboro. Tempat ini makin malam, makin ramai.
Romobongan terpencar sesuai hati nurani masing-masing. Aku, Mbak Reny dan Pan pilih jalan terus sambil nyariin oleh-oleh buat pacarnya si Pan. Jadi inget, dulu pas ke sini sama Gank Bodhoeh lengkap, nyarinya oleh-oleh buat gebetannya si Bud. Kapan aku ke sini nyariin *tit...* Males bahasnya, bikin baper.
Sejak kemarin-kemarin, aku punya satu tujuan ke Malioboro, nyambangin Toko Gunung Mas sama cari celana panjang batik. Harga jam di Gunung Mas bervariasi dari puluhan sampai jutaan. Dan, aku nemu satu jam tangan yang pas di hati. Harga agak melenceng dari badget. Sudahlah, yang penting hati senang.
Celana panjang plus kain pantai juga sudah kebeli. Celana panjang batik harga Rp.25.000 udah enak banget dipakai. Nyesel nggak beli dua atu tiga lagi. Ntar deh, bulan Nopember kan ke sana, bisa beli lagi. Dan, kain pantai cuma Rp. 20.000.
Di Malioboro susah banget di tawar. Celana sama kain pantai itu cuma dapat diskon Rp. 5.000. Tapi lumayan lah. Trus Bakpia Patok pilih rasa harga Rp. 15.000, kalau rasa campur lebih murah Rp. 10.000. Geplak 1 kg Rp. 25.000, katanya orang rumah geplak segitu murah banget.
Cari oleh-oleh buat pacar Pan udah, kaos Hilmi sama Hanin udah, celana batik dan kain pantai ready, oleh-oleh geplak dan bakpia siap, tinggal cari makan. Lihat jam udah nggak mungkin cari makan yang beneran bikin puas. Kita iklas deh makan sate padang dan lontong harga Rp. 15.000 satu porsi.
Takut jadi anggota yang bikin lainnya nunggu, setelah makan kita langsung ke parkiran. Ternyata belum ada orang. Ya sudah, kami siap menunggu. Semua kembali ke parkiran sekitar jam enam sore. Setelah itu, selesai sudah trip ini.
Oh, iya... jadi ingat tampang si Bos sebelum naik mobil untuk pulang. Aku tanya, kurangnya berapa? Nah, muncul deh wajah frustasinya. Boleh ketawa nggak ya?
Ternyata, wajah frustasi si Bos adalah biaya tour membengkak. Ini mah masalah biasa sebenarnya. Harga parkir Malioboro di luar dugaan, Rp. 80.000. Buset!!! Ini parkir apa ngerampok, ya? Kata sopir Elf kita – Ya udah, panggil saja dia Tiyo kalau weekend memang segitu. Motor Rp. 15.000, Bus bisa sampai Rp. 150.000.
Padahal, budget awal kita per orang hanya bayar Rp. 100.000. Mau nggak mau, ntar kita harus patungan lagi. Aku kira nggak banyak kok. Paling tambah Rp. 17.000 – Rp. 20.000
Berdasarkan pengalaman aku, ke Yogyakarta bayar Rp. 100.000 itu adalah biaya paling murah yang pernah aku bayar. Kemarin, naik kereta aja bisa habis hampir Rp. 200.000. Ini Rp. 100.000, mungkin lebih dikit, udah bisa ke empat destinasi + makan 2 kali. Nggak mikir sewa motor, nggak mikir nyetir, pulang tinggal tidur sampai depan rumah.
Mungkin, kapan-kapan bisa diulang. Semoga, nanti kalau bikin acara seperti ini lagi, nggak perlu ada drama, bisa diperhitungkan lebih cermat untuk pengeluaran, jadi nggak bikin pusing Bosnya.
Terima kasih buat semuanya. Yogya kali ini tetap memberi kesan, kesan lihat orang menderita di dalam bus nahan mual, sampai becandaan-becandaan seru ala anak-anak Ngempak. Trus ngakak lihat Devi mewek karena nggak bisa ikut.
Lagi-lagi hanya foto yang jadi oleh-oleh. Oleh-oleh yang asli buat sendiri saja.
Salah satu foto favoritku. Makin keren aja nih si Buleknya Hilmi ngambil fotonya.
 
 
Ini just Friend, lho. Jangan aneh-aneh mikirnya.





Apa yang ada pikirkan?



  

 
 

  


Anggap saja aktus itu anak kucing yang kehujanan. *Imajinasi terlalu luas :D*




Ini pas nunggu yang lain ngumpul, dari pada boring, mending pasang pose

Ini mesti lagi mikir "Kasur"

 
 Cerita traveling aku lainnya bisa di bukan disini.


Narasi                         : Dian S Putu Amijaya (Ig @dianputu26)
Dokumentasi             : Reny Kusuma (Ig @renykusuma)
  Erfan Mukhlas Ali (Ig : fanfunmovie)
                          Dll (maaf yang nggak kesebut. Soalnya yg ambil foto random)

2 comments:

  1. Wisata murmer.. Rame rame pastinya akan berkesan seumur hidup.

    Jadi pengen ke jogja juga #ehhh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Murmer,rame ... iya. Cuma rada ribet kalo masalah AC hehehehe... g sehati untuk yg itu

      Delete

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos