Monday, September 21, 2015

Resensi – THE DEAD RETURNS “Aku, ini Bukan Aku!”



Penulis : Akiyoshi Rikako
Penerjemah : Andry Setiawan
Penerbit : Haru
Genre : Thriller, Horor
Kategori : Young Adult, Terjemahan, Novel Jepang
Terbit : Agustus 2015
Tebal : 252 hlm
ISBN : 978 – 602 – 7742 – 57 – 4
Harga : Rp. 55.000

Koyama Nobuo, Siswa SMA yang dibunuh pada malam pembukaan semester baru. Dia didorong dari tepi tebing hingga tewas. Namun, ternyata hanya raganya yang meninggal. Jiwanya tetap hidup dan merasuk di dalam raga orang yang berniat menolongnya, Takahashi Shinji.
“Sebenarnya, aku adalah orang yang seharusnya tidak ada. Dan entah karena ulah siapa, sekarang aku hidup seperti ini. Tapi, hal ini tidak normal. Pasti semua orang lebih bahagia tanpa diriku, kan? Apakah arti hidup ini? Bahkan sampai membuat repot orang lain…” – Koyama Nobuo – hlm. 155

Takahashi mempunyai perawakan yang tampan, dan sangat berkebalikan dengan Nobuo. Ini membuat dia dikagumi oleh para cewek, dan lebih mudah bergaul dengan teman-temannya.
Nobuo yang berada di dalam tubuh Takahashi memutuskan untuk pindah ke sekolah lamanya. Dia ingin menemukan pembunuhnya. Nobuo mencurigai teman satu kelasnya. Dengan menggunakan wajah Takahashi, dia mulai menyelidiki kasus pembunuhan atas dirinya sendiri.
“Aku tidak ingin mereka merasakan adanya hubungan antara ‘aku yang dulu’ dengan ‘aku yang sekarang’, Takahasi Shinji. Karena… Aku dibunuh oleh salah satu murid kelas ini.” – Koyama Nobuo – hlm. 28

Bukan hal yang mudah ternyata menemukan pelakunya. Meskipun beberapa alibi teman-temannya mulai terungkap, Nobuo malah semakin bingung. Bahkan, orang yang mulanya tak ada dalam daftar tersangkapun ikut-ikutan terseret masuk sebagai orang yang mungkin membunuhnya.
 “Mulai hari ini, selama aku hidup pasti akan ada banyak hal yang menyusahkan. Pasti juga ada rintangan tinggi yang menghalangiku.” – Koyama Nobuo – hlm. 244

The Dead Returns, bisa dibilang aku sangat ingin membaca novel ini karena jatuh cinta pada karya Akiyoshi Rikako yang lebih dulu diterbitkan Penerbit Haru, Girl in the Dark. Di novel GiTD, menurutku cara bercerita Akiyoshi Rikako sangat unik. Aku berharap, di novel ini pun begitu.
Apakah TDR berhasil membuatku puas seperti GiTD?
Mau tidak mau, aku memang membandingkan dua buku ini. Dan, GiTH menurutku masih lebih unggul dari TDR.
Di Novel GiTH, hampir semua tokohnya mempunyai kesempatan untuk menceritakan langsung alibinya. Sedangkan di TDR, hanya Nobou yang bercerita. Dia sebagai tokoh yang mencari pembunuhnya, hanya bisa menyebutkan dugaan-dugaan sebagai clue. Membuat – kita pembaca – ikut mencurigai beberapa tokohnya. Namun, entah bagaimana aku merasa tidak yakin dengan pemikiran Nobuo. Aku yakin ada seseorang yang diluar daftar itu sebagai pelakunya.
Karena pemikiran Nobuo yang berputar-putar, novel ini terasa agak lambat. Kurang memberikan unsur tegang yang lebih, dan kurang membuat pembaca – aku – merasa dibuat amat penasaran.
Namun, novel ini punya nilai moral yang bagus. Pembaca diajak belajar tentang  pentingnya mempunyai rasa percaya diri dalam pergaulan.
“Namun, dalam artian tertentu, diabaikan secara tak sadar dan tanpa alasan rasanya lebih menyakitkan dari pada diabaikan karena di-bully.” – Koyama Nobuo – hlm. 98

Nobuo yang karakternya terlalu introvert tidak bisa menyatu dengan teman-teman sekelasnya. Dia tampak seperti orang yang diabaikan. Sebenarnya, dia diabaikan karena dirinya sendiri. Dia yang terlalu tertutup membuat siapapun jadi enggan untuk dekat dengannya. Coba kalau dia lebih terbuka, mungkin teman-temannya juga akan welcome padanya.
Nobou baru menyadari hal itu saat dia hadir kembali sebagai Takahashi. Dengan tubuh Takahashi, Nobuo mulai mengenal seperti apa teman-temannya yang sebenarnya. Ternyata, mereka tak seburuk yang dia kira.
“Rasanya aku juga harus minta maaf, termasuk pada Sasaki-kun dan Arai-kun, karena aku menghakimi sifat mereka hanya dari penampilannya, bahkan sebelum aku berbincang dan mengenal mereka dengan baik.” – Koyama Nobuo – hlm. 95

Dulu, Nobuo tak punya nyali untuk menyatu dengan mereka. Andai saja sejak dulu Nobuo lebih percaya diri, dia pasti tak semenderita dan tak merasa tidak dipedulikan seperti ini.
Awalnya, saat membaca dua paragraf terakhir, aku merasa tidak puas. Dalam otakku, aku merancang sebuah ending yang kuinginkan sendiri.
Aku berpikir, akan lebih bagus kalau Nobuo tetap menjadi Takahashi sampai akhir. Namun, karena penulis punya pendapat lain, tentu ending-nya suka-suka penulis.
Dan, di akhir cerita, ternyata aku cukup suka. Aku tak jadi kecewa. Ada poin yang bagus di ending-nya. Kayaknya, Akiyoshi Rikako termasuk ahli dalam membuat ending. Lain kali, aku tak akan meragukan ending yang dia buat.
Ratingnya 3,3 dari 5 bintang.

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos