Tuesday, April 28, 2015

Resensi – DIMI IS MARRIED “Kau tak akan tahu kapan jatuh cinta”



Penulis : Retni SB
Penerbit : Gramedia
Genre : Romance
Kategori : Metropop
Terbit : September 2011 (Cetakan ke-3)
Tebal : 384 hlm
ISBN : 978 – 979 – 22 – 6277 – 3
Harga : Rp. 52.000

“Aku dipaksa menikah! Dengan perempuan yang bukan pacarku! Tahu apa artinya? Tidak cantik, tidak mulus, tidak gaul, tidak modis, tidak cemerlang, tidak kelas, dan tidak segalanya. Singkatnya, dia itu si kampungan dari zaman batu!” – Garda – hlm. 6

Itulah posisis yang sedang dialami Garda, dia harus menikah, dengan Dimi, anak sahabat papanya. Si mungil berambut kriwil yang sangat mencintai lingkungan hidup. Dimi yang mempunyai kehidupan berbeda dari seorang Garda.
Buat Garda, pernikahan hanya akan merusak kesempurnaan hidupnya selama ini. Tapi, dia memerlukan pernikahan tersebut, juga Dimi, untuk melicinkan niatnya menjadi pewaris utama Utamaraya Pulp and Paper.
Awalnya, mengetahui tentang perjodohan itu, Dimi tampak tak yakin pada niat papa Garda. Dimi juga punya mata, dia bisa menilai siapa Garda, si cowok sempurna yang sepertinya tak perlu dijodohkan hanya untuk menikah. Lalu, kenapa papa Garda malah menjodohkan putranya pada dia?
“So, tanya hatimu sendiri. Kadang-kadang hati kita lebih awas daripada mata kita.” – Bunda Dimi – hlm. 35

Sialnya, sejak melihat Garda, Dimi sudah mulai suka. Dia seperti terserang cinta pada pandangan pertama. Namun, rasa tertarik itu tidak lantas membuat Dimi menyetujui perjodohan ini begitu saja. Pasti ada sesuatu yang tak beres pada Garda. Dimi berpikir mungkin Garda gay, punya penyakit menular dan sebagainya.
Saat semua pemikiran itu terlontar dari mulut Dimi langsung di depan Garda, Garda tertawa, tak habis pikir Dimi tak yakin padanya karena hal itu? Namun, setelah mendengar bahwa dugaan Dimi itu tak ada yang benar, Garda berhasil meyakinkan Dimi untuk menerima perjodohan tersebut.
Namun, masalah yang sebenarnya baru saja dimulai setelah mereka menikah. Munculnya wanita lain, alasan kenapa Garda tak pernah mengenalkan Dimi pada lingkungannya dan kenapa resepsi pernikahan mereka tak juga digelar – jadi alasan Dimi untuk semakin membuat pernikahan mereka terasa absurd hari demi hari.
“Sebab bagaimanapun, seabsurd apa pun sesungguhnya rasa hubungan ini, dia sudah menjadi bagian hidupku. Aku hanya perlu pandai-pandai menempatkannya, supaya dia tak mengganggu dan menghalangi tujuan hidupku.” – Garda – hlm. 107

Mampukah Garda meyakinkan Dimi untuk terus berada disisinya karena perlahan Garda menyadari posisi Dimi di hatinya?
“Aku tahu persis apa alasanku untuk tetap membuat perkawinan ini seolah berjalan sebagaimana mestinya. Ayah dan Bunda. Cinta kasih mereka yang luar biasa padaku.” – Dimi – hlm. 137

Dimi is Married, novel yang mengangkat kisah cinta yang berawal dari perjodohan. Memang klise banget temanya, perjodohan. Tapi, Retni SB berhasil membuat yang klise jadi sesuatu yang enak dan renyah dinikmati sejak pembuka sampai ending.
Karakter Garda yang superior, selalu mendapatkan apapun yang dia mau, tak terbiasa ditolak dan diabaikan, juga begitu ambisius dan punya kehidupan berkelas sangat tercipta hampir sempurna.
Sayangnya, aku merasa pilihan diksi saat Garda berbicara dari sudut pandangnya – bukan saat kalimat-kalimat percakapan – terasa kurang pas. Kalimat-kalimatnya kurang berkelas, kurang menampilkan sisi Garda yang ekskusif. Ini sangat jelas terasa karena novel ini menggunakan POV orang pertama yang bergantian antara Garda dan Dimi. Nah, saat bagian Garda, saat dia mengeluarkan dirinya yang sebenarnya, disitulah rasa tersebut muncul.
Tapi, saat Dimi yang bercerita dan mulai menampilkan Garda dari sudut pandang Dimi, saat itulah Garda sangat sempurna menjadi pria super berkelas dan memikat.
Dimi sendiri punya karakter cewek yang kuat, sebenarnya bukan tipe cewek pecemburu pula, dan berhati sangat baik, juga penyayang. Dimi sangat mudah dekat dengan orang lain. Juga bukan tipe cewek jaim.
Kalau tadi aku mengkritik diksi yang digunakan Garda, untuk Dimi aku merasa nggak ada yang perlu dikoreksi.
“Dari sisi yang selama ini tak kukenal baik, akhirnya kuketahui ternyata Dimi mengagumkan! Dia menjadi cantik dan memukau karena segala hal yang disampaikan dan dipedulikan.” – Garda – hlm. 241

Yang jadi hal positif di novel ini, adalah adanya unsur sosialisasi pada penghematan kertas dan penebangan liar untuk keperluan industry. Baca novel ini, bikin aku jadi merasa bersalah buang-buang kertas.
Kalo lagi kerja, sehari kayaknya 75% aku selalu buang kertas. Hiks…padahal, katanya satu pohon hanya bisa membuat tiga rim kertas. Dan, gambaran keadaan hutan di Indonesia saat Dimi menjadi reporter untuk acara lingkungan di sebuah stasiun televise, menyadarkan aku bahwa ternyata kita selama ini nggak peduli dengan lingkungan. Kita hanya peduli untuk memenuhi kebutuhan kita saja, tanpa memikirkan kebutuhan bumi.
“Oh, betapa berbedanya aku dan Dimi… Hm, apa Tuhan punya maksud atas jalan hidup ini? Apa Tuhan ingin menyadarkan melalui Dimi bahwa isi hidup ini bukan melulu untuk diri sendiri.” – Garda – hlm. 281

Aku benar-benar merasa penulis melakukan riset yang ampuh di berbagai pekerjaan yang diampu tokoh-tokohnya. Seperti saat Dimi bekerja di sebuah majalah. Gimana galaunya dia dikejar deadline untuk menulis berita. Begitu juga saat menjadi reporter, Dimi dituntut menjadi seorang wonder women di berbagai keadaan alam liar Indonesia. Juga saat membahas pekerjaan Garda di Utamaraya Pulp and Paper. Seperti apa kendala-kendalanya dijabarkan sedemikian rupa, menyatu cantik dengan jalan ceritanya.
Alur cerita novel ini cukup cepat dan tidak membosankan. Endingnya okelah, ya. Meskipun nggak gahar mendayu-dayu. Tapi, oke kok.
Untuk ratingnya, 3,4 dari 5 bintang.

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos