Tulisan ini diikutkan dalam
#KisahKasihFavoritKu
Yang diadakan Bentang Pustaka
Rectoverso. Buku ini karya Dee Lestari.
Di dalamnya terdapat
sebelas cerpen yang begitu penuh makna. Dan, ada satu cerpen yang sangat
membekas di hatiku. Judulnya “Hanya Isyarat”.
“Sahabat saya itu adalah orang yang
berbahagia. Ia hanya mengetahui apa yang ia sanggup miliki. Saya adalah orang
yang paling bersedih, karena saya mengetahui apa yang tak sanggup saya miliki.” – Hanya Isyarat – hlm. 52
Ini tentang seorang
wanita yang jatuh cinta pada seorang lelaki yang baru dia kenal. Perempuan ini
begitu mengagumi sang lelaki meskipun dia hanya tahu bentuk siluet punggungnya
saja.
Suatu ketika, si wanita
dan tiga lelaki, termasuk lelaki yang menjadi pujaan si wanita membuat suatu
permainan dimana mereka harus berlomba menceritakan kisah sedih.
Saat itulah, pertama
kalinya si wanita memiliki jarak begitu dekat dengan sang lelaki. Dan, saat itu
pulalah, si wanita tersadar bahwa cintanya harus berhenti saat itu juga.
Sebatas punggungnya saja.
Ya, aku merasakan bagaimana rasanya mencintai sebatas punggungnya saja. Hanya
mampu mengiriminya isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan. Seseorang yang
selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung karena kalau sampai dibalik,
niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa.
Mungkin, untuk beberapa
pembaca cerita ini begitu sederhana. Tapi untukku, cerita ini seperti ringkasan
rasa yang pernah lahir dalam hatiku.
Mencintai sebatas
punggungnya saja. Bersembunyi jauh-jauh agar tak terlihat mata. Dan, akhirnya
pupus tanpa sempat aku menyentuhnya sedikit pun.
Dee benar-benar berhasil memaksaku
mengenang rasa itu, kemudian membuatku kembali jatuh cinta dan patah hati
setelahnya.
“Aku teringat kehidupanku beberapa
hari yang lalu sebelum bertemu dengannya, aku teringat ke mana aku harus
kembali setelah malam ini, dan ke mana ia pergi nanti.” – Hanya Isyarat – hlm. 51
No comments:
Post a Comment