Sunday, February 16, 2014

Flash Fiction - Loving You




PEMENANG LOMBA
FLASH FICTION  @NBC_IPB
 

Apa yang akan kamu katakan padaku jika kusebut aku mencintai suami orang? Pasti kamu akan membelalakan matamu dan mencemoohku habis-habisan. Benar bukan?
Makanya, saat ini aku sedang lari terbirit-birit . Aku berusaha pergi sejauh mungkin dari Bara, pria yang membuat hatiku berdentum berkali-kali setiap melihat senyum dari bibir manisnya yang dihiasi brewok seksinya.
Sayangnya, saat pintu lift terbuka, aku tak bisa menghindar. Dengan cepat dia menangkap pergelangan tanganku, menarikku masuk, dan mengurungku dalam dekapannya yang posesif.
“Apa sebenarnya yang kamu pikirkan, Sara.” Bisiknya di telingaku.
“Kita di kantor, Bara!” kucoba mengingatkannya. Meski sekarang kami hanya berdua, kemungkinan kepergok sangat besar.
Perlahan pelukannya mengendur. Dan dia menjauh dariku.
Ting…
Pintu lift terbuka di lantai dasar. Dia kembali menarikku keluar. Untung kantor sudah sepi karena jam sudah menunjukkan jam 10 malam.
“Satu bulan ini kamu kemana?” Bara tak memberi jeda sedikitpun setelah kami naik mobilnya.
“Aku mengambil tugas di Kalimantan.”
Why?!” tanyanya lebih tepat disebut teriakan.
“Ya, karena aku menerima tawaran itu.”
Dia mengernyit. Aku tahu, ini bukan jawaban yang membuatnya puas.
“Lihat aku, Sara!” Aku meringis merasakan cengkramannya di rahangku. “Aku sudah bilang, aku sedang mengurus perceraianku. Bisakan kamu bersabar sedikit?”
Kulepas tangan Bara. Aku menggeleng. “Aku nggak mau disebut perebut suami orang!”
“Aku bercerai bukan karena kamu. Istriku selingkuh. Kamu tahu itu!” dia mendesah. “Kamu yang mengobatiku, Sara. Kamu yang membuat aku hidup kembali. Sekarang, kamu mau membunuhku lagi?”
Kubuang tatapan mataku jauh darinya. “Orang lain mengatakan hal yang berbeda, Bara.” Suaraku lirih.
“Kenapa kamu selalu peduli dengan orang lain?”
“Karena aku punya keluarga yang namanya harus kujaga. Umurku sudah tiga puluh tahun, Bara. Aku belum menikah sampai saat ini saja sudah membuat beban orang tuaku. Jika ditambah dengan gunjingan orang, bagaimana denganku? Aku mohon kamu bisa mengerti!”
“Aku akan bicara sama keluargamu,” katanya tegas. “Aku akan jelaskan semuanya.”
Aku menggeleng. “Jangan, aku mohon jangan. Jika kamu melakukannya, aku tak akan bisa mengelak dari perjodohan itu.”
“Perjodohan?” teriaknya. “Apa lagi ini?” Dia mengusap wajahnya frustasi.
“Makanya, aku memutuskan untuk mengambil kerjaan di Kalimantan. Hanya satu tahun. Setelah aku kembali, kita lihat seperti apa Tuhan menentukan nasib kita.”
Kuhela nafasku. Aku sangat ingin menghentikan air mataku, tapi gagal.
Bara merengkuh tubuhku. “Oke, aku akan mengikuti apa yang kamu mau. Aku akan buktikan, kalau aku benar-benar mencintaimu. Aku akan secepatnya menyelesaikan urusanku. Dan, aku akan mengunjungimu jika semua sudah selesai. Setelah kamu kembali, aku akan melamarmu. Saat itu, aku yakin aku sudah pantas di depan orang tuamu, Sara.”
Aku mengangguk. Kubenamkan wajahku di dadanya. Merekam wangi tubuh Bara sebelum aku pergi meninggalkannya. Sejenak bersembunyi sebelum aku berani mengakui cintaku padanya di depan semua orang.
“Maaf, Bara, aku tak menemanimu saat kamu butuh aku.”
Kusentuh jambangnya. Dia terpejam. Kukecup pipinya dan dia membuka matanya.
“Saat ini, aku hanya butuh tahu, kalau kamu juga mencintaiku, Sara.”
Dia mengusap pipiku, menghapus air mataku.
Aku mengangguk, dan dia mencium bibirku lembut.
Setelah ini, aku akan membayar semuanya. Aku akan menjadi wanita terakhir dan terbaik untukmu, Bara. Itu janjiku!

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos