Saturday, September 28, 2013

Resensi - THE VANILLA HEART “Kisah beraroma menenangkan”








Penulis : Indah Hanaco
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun : Juni 2013
Halaman : vi + 262 hlm
ISBN : 978 – 602 – 7888 – 47 – 0
Harga : Rp. 45.000
 Cinta punya banyak pilihan rasa yang bisa ditawarkan hati untuk para pelakunya. Jadi, jika kamu merasakan cinta rasa kopi yang terasa pekat pahitnya, itu salah pelakunya, bukan salah cinta. Namun, kali ini cinta yang akan kita cicipi punya rasa yang berbeda dengan aroma yang berbeda pula.
Vanila, rasa cinta yang menenangkan dengan aroma yang selalu menyeimbangkan semua rasa dalam hati manusia.
Vanila tidak pernah memiliki beragam rasa dan aroma. Vanila setia pada rasa dan aromanya sendiri yang istimewa.” Hal. 53

Hugo Ishmael, dia terlalu kecewa karena pertunangannya dengan kekasihnya, Farah tiba-tiba dibatalkan oleh gadis itu. Rasa patah hati membuatnya pergi jauh ke Bristol. Di sanalah dia berusaha menyembuhkan patah hatinya, dan setelah lima tahun berlalu dia kembali lagi ke Indonesia, sekalipun dia belum yakin kalau patah hatinya benar-benar sudah berhasil dia sembuhkan.
Saat dia menata hidupnya di Indonesia, dia kembali bertemu Dominique Vanila, gadis yang ditemui Hugo lima tahun lalu saat dia baru saja memutuskan jalinan asmaranya dengan Farah. Gadis yang membuatnya harus terperanjak kaget karena mendapat perlakuan kasar akibat kesembronoan dan kekurangajarannya.
Lima tahun tidak membuat Hugo lupa akan wajah itu, dengan kejadian itu, dan dengan lamaran itu. Dan, dipertemuannya yang pertama, dia langsung membuat Domi merasa terkejut sekaligus marah padanya.
“Dominique,” ejanya pelan. “Apa kamu mau menikah denganku?” Hugo hal. 5

Perlahan, sekarang Hugo menyadari dalam hatinya Farah tak punya tempat sedikitpun. Tempat itu mutlak telah dikuasai satu nama, Dominique. Tapi, Domi selalu menolak cinta itu, karena baginya ada satu nama yang belum bisa dia hapus, Jerry. Sekalipun hati Jerry hanya untuk sahabat Domi, Inggrit.
Novel ini adalah novel yang bercerita tentang patah hati dan perjuangan menaklukannya. Dia juga bercerita tentang cinta pada pandangan pertama ketika menatap seseorang dan perjuangan  yang harus dia tempuh untuk mendapatkan cinta itu.
“Hal yang perlu kamu lakukan adalah mengikuti kata hati dan perasaanmu. Sementara aku, beri kesempatan bagiku untuk memulihkan diri. Ini justru kian menyadarkanku, bahwa urusan cinta dan hati itu tidak bisa dipaksakan atau diprediksi.” Dominique hal. 81
The Vanilla Heart tergolong punya alur yang lambat, sangat lambat apalagi saat di bagian awal, ini dikarenakan banyak adegan yang menurutku tidak perlu, emosi yang dibangun kurang tersampaikan, karakter tokohnya juga sulit untuk aku tangkap, dan terkesan datar sekalipun penulis sudah memunculkan konflik dan kejutan yang membuat aku pribadi kaget.
Untung saja, menginjak halaman 70 aku mulai menikmati alurnya yang sedikit lebih cepat. Karakter setiap tokohnya juga mulai tersampaikan, emosi dan kejutannya sudah sangat memikat.  Dan, aku mulai menaruh simpati pada Hugo yang manis. Sekalipun aku tidak suka dengan panggilan sayang Hugo untuk Dominique, Domino.
Konfilknya juga mulai fokus, membuat aku dengan mudah mengikuti setiap liukan dan tanjakan yang dibuat penulis. Aku juga menyukai diksi yang dipilih penulis. Aku juga suka kutipan-kutipan yang disematkan di awal dan akhir bab, membuat novel ini terasa sangat manis dan beraroma Vanila. Untuk endingnya, aku tidak terlalu bermasalah, karena novel ini tetap di tutup dengan konflik sekaligus penyelesaian yang manis.
Hasilnya, aku tak berhenti membaca karena aku mulai menggemari rasa yang di tawarkan novel ini, Vanila yang menenangkan namun membuat ketagihan.
Novel ini sangat aku rekomendasikan bagi penyuka novel romance yang sangat suka dengan diksi yang cantik dengan narasi lembut dan cerita yang menurutku kalem ala es krim rasa vanila.
Rating untuk novel ini, 3 dari 5 bintang.

Thursday, September 26, 2013

Resensi – WITH YOU “Sehari Bersamamu”

Pengarang : Christian Simamora dan Orizuka
Penerbit : Gagas Media (Gagas Duet)
Tebal : xviii + 298 hlm
Harga : Rp 50.000
Terbit : Juni 2012
ISBN : 9789797805739
Ternyata, cinta memang paling pintar memberi kejutan.
Dan, sekarang lewat novella With You “Sehari Bersamamu”, cinta kembali memberikan kejutan, nggak hanya untuk tokohnya, tapi juga padaku.
With You membuktikan padaku, tak perlu waktu yang panjang untuk mengatakan “I Love You”. Cinta itu sederhana. Cinta bisa terjadi dalam satu hari saja.
With You dimulai dengan sebuah kisah berjudul “Cinderella Rockefella” yang ditulis oleh Christian Simamora, penulis yang paling pinter bikin cerita “Hot”. Tapi, tenang, disini dia nggak akan bikin cerita yang ehem…tahu dong “18+” seperti di novel-novel karyanya. Dia sedikit kalem, namun selalu bikin karakter yang teuteup hot dan pasti ber “oh-puh-leez ria.
Gue bahkan belum kenal lo – ma-maksud gue, sebelum pemotretan Maskara hari ini. You’re practically a stranger to me.” – Cindy Tan – Hal. 126

Kisah pertama ini bercerita tentang seorang model Cinderella “Cindy” Tan yang harus ngomel di ponsel gara-gara temannya, Kelly yang lagi kena cinta buta sama seorang cowok beristri. Ternyata, omelannya tak sengaja di dengar oleh Jeremiah “Jere” Fransiskus Atmadjaputra, teman sesama modelnya. Cindy jelas kesal dong, tapi Jere menolak dibilang nguping, karena salah Cindy sendiri punya suara toa.
Suasana panas itu ternyata tak menyurutkan niat Jere untuk mengajak Cindy makan malam. Cindy jadi bingung, dong mau nolak atau meng’iya’kan. Secara, diam-diam dia tertarik sama fisik Jere. Namun, akhirnya dengan rasa gamang yang menggantung di benaknya, dia mengiyakan ajakan itu, sekalipun dia harus menegaskan kalau ini bukan “Kencan”.
Selama dinner, ternyata banyak hal yang terjadi pada mereka. Mungkin, karena pesona Jere, Cindy tak perlu pura-pura tertarik dengan semua ceritanya. Dia bahkan dengan senang hati bercerita kenapa dia masih jomblo sampai dengan sekarang.
Cinderella Rockefella punya narasi yang benar-benar Bang Mora banget. Aku belum nemu penulis yang bisa niru gayanya. Terkesan berani, tapi terasa fun. Alurnya cukup cepat, karena memang ini novella, tapi semua bisa dipahami dengan mudah.
Karakter Cindy yang bitchy tetap menarik. Dan, karakter Jere yang cowok banget benar-benar bikin ‘kipas-kipas’. Penggambaran setting tempat cukup detail, dan aku suka endingnya yang manis banget.
“Karena gue berhasil di-update. Satria Bergitar, kayaknya gue jatuh cinta deh sama lo.” – Cindy Tan – hal. 147  

Oke, sekarang lanjut ke kisah kedua, “Sunrise” yang ditulis oleh Orizuka. Kisah ini memang berbeda, namun tokohnya saling berkaitan. Cindy dan Lyla, mereka adalah sepupu.
Matahari terbit memberi kita kesempatan untuk memulai semuanya dari awal.” – Lyla – hal. 239

Sunrise bercerita tentang Lyla “Lyla” Andhara Johan dan Arjuna “Juna” Taslim yang baru saja putus sebulan yang lalu, setelah merajut kisah selama 7 tahun. Hah…ternyata, ini bukan sesuatu yang mudah bagi Lyla (dibaca “Laila”) sekalipun dia hanya menjawab Oke saat Juna mengatakan ingin berpisah. Dan, ini juga bukan hal yang gampang bagi Juna sekalipun dia dengan berani mengakhiri semuanya.
Kemudian, sunrise pantai Nirwana─salah satu pantai di Karimun Jawa─mempertemukan mereka. Dan, dimulailah kisah yang menyadarkan hati masing-masing kalau ternyata cinta di hati mereka tak pernah lenyap sedikitpun. Mereka masih tetap disana, di hati masing-masing yang merana karena perasaan tak ingin membebani dan tak ingin menyakiti, yang ternyata malah membebani dan menyakiti mereka.
Banyak adegan yang bikin tersenyum dan banyak pula yang bikin meleleh sekalipun mbak Ori menceritakan secara kalem. Setting Karimun Jawa yang eksotis juga tereskplor dengan sempurna. Membuat aku yang memang sudah bermimpi kesana semakin benar-benar ingin kesana.
Karakternya juga sangat mudah tergambar di imajinasiku, dan nggak kalah sama karakter yang dibangun Bang Mora. Endingnya juga super duper so sweet, apalagi dengan adanya sunrise yang mendukung adegan romantis itu.
Just….fight for me, La. I’ll always do for you.” – Juna – hal. 288

Pokoknya, aku merasa mereka ini pasangan yang cocok banget. Satu super hot and fun, satunya kalem namun cute. 2 in 1, deh!
 Buat nilainya, karena ini ditulis 2 orang dengan cerita berbeda, aku akan kasih nilai rata-ratanya, 4,5 dari 5 bintang. Hem…novella ini recommended deh!
Satu lagi, aku mau melakukan pengakuan dosa. Somehow, aku sudah nyuekin si merah manis ini selama lebih dati 1 tahun. Aku selalu menggeser antrian bacanya karena lebih tertarik sama novel lain. Dan, aku NYESEL BANGET! Karena novel ini tuh nggak cocok dianggurin lama-lama. Ciuz…sumpah! Buktiin sendiri, deh!
 


Wednesday, September 25, 2013

Black Big Bog, Aku dan Andro



Pemenang Giveaway di blog Oom Alfa




Hari Selasa, jam 8 malam.
Aku masih termenung di dalam kamar. Hanya ada kami bertiga, aku, Andro si androidku, dan Black Big Bog si lapi lenovoku.
Tak ada suara apapun, hanya sesekali si Andro berbunyi menandakan ada pesan di whatsapp dari teman-temanku. Tapi, karena lagi galau, aku lebih suka diam dan memandangi Black Big Bog yang terlihat muram, sama muramnya denganku.
“Hah,” helaan nafasku membuat Andro dan Bibo alias Black Big Bog menatapku. “Ini rasanya lebih galau dari pada diputusin cowok.”
“Kayak pernah punya cowok aja!” sindir Andro dengan tatapan mencela.
Kutatap dia dengan mata kesal, “So, what kalau nggak punya pacar!” jawabku judes. “Emang situ punya pacar? Nggak juga ‘kan?” dia menunduk dan menggeleng lemah.
“Nggak usah galau kali, Dee!” Bibo mengatakannya dengan sok tenang, padahal aku tahu, dia nggak kalah galau dari aku. Buktinya, sejak aku pulang kerja tadi siang, dia terus-terusan masang musik K-pop yang mellow-mellow. “Aku pasti balik ‘kok!” lanjutnya.
“Lagian ada aku ‘kan?” sela Andro. “Aku juga bisa kok nemenin kamu ikutan kuis dan giveaway atau nge’update twitter dan FB kamu.”
“Iya, sih Ndo. Tapi, tanpa Bibo aku nggak akan bisa ngelanjutin cerpen aku yang buat lomba itu. Padahal, aku selalu butuh waktu lama buat ngeditnya.” Mukaku makin manyun saat aku sadar kenyataan itu. “Trus reviewku buat blog ‘kan baru setengah jalan. Dan, ada beberapa giveaway yang harus posting tulisan di blog juga. Hah…Masak aku harus ke warnet, sih?!”
“Ya, mau gimana lagi. Cuma itu ‘kan caranya? Mau ngerjain di kantor, di kantor kerjaan udah kayak gunung gitu ‘kan?” jawab Andro. “Tenang, kemanapun kamu pergi, aku selalu stand bye buat nemenin kamu kok, Dee!”
“Maaf, ya Dee!” suara Bibo terdengar lemah. Sekarang, dia kelihatan lebih galau dari pada tadi. “Maaf karena aku harus pergi. Tapi, janji, aku akan balik cepat buat kamu. Aku janji, aku bakalan temenin kamu lagi.”
Mataku mulai memanas, “Bibo!” suaraku terdengar lirih.
Sesaat kemudian suara Cakra Khan yang mengalunkan lagu “Harus Terpisah” mengalir lirih dari spiker Bibo. Hanya lagu itulah yang mengisi kesunyian di antara kita.
“Hikz…” perlahan terdengar isakan Andro di samping Bibo. Membuat kami yang mulanya tertunduk menatapnya, “Kenapa, sih selalu ada perpisahan? Hikz! Seharusnya, kita nggak usah ketemu aja kalau akhirnya berpisah dan bikin kita sesedih ini. Hikz.”
“Bener kamu, Ndro!” jawab Bibo pelan. Tapi, perlahan wajahnya berubah. “Tapi, akukan nggak mati dan nggak akan pergi selamanya!” suara keras Bibo membuatku kaget. “Aku masih balik ke sini lagi! Aku masih bakalan nemenin Dee lama, aku masih ingin bantuin Dee meraih mimpinya, tahu!” ucap Bibo berapi-api.
“Heeh!” suaraku membuat mereka menoleh padaku, “Kok malah bertengkar, sih?”
“Kesel aku, Dee! Masak aku di doain mati dan nggak kembali lagi, sih!” suara Bibo masih terdengar kesal.
“Bukan gitu, Bo!” Andro terlihat merasa bersalah. “Aku cuma ngerasa sedih. Kamu ‘kan sering berbagi lagu dan banyak hal sama aku. Nggak ada kamu, aku juga bakalan kesepian, tahu!”
“Iya, Bo. Kita pasti bakalan kesepian tanpa kamu. Aku pasti sangat merindukan kamu!” Wajahku kembali kuyu lagi.
“Aku juga, Dee! Aku pasti kangen sama jari-jari kamu yang suka mencetin aku, aku pasti rindu tawa kamu saat menonton film di layarku. Aku juga pasti rindu baca tulisan dan update twitter dan fb kamu. Dan nggak ada yang nyetelin lagu india buat aku lagi, hikz!” Bibo menghapus air matanya. “Ndro, aku titip Dee, ya! Pokoknya kamu nggak boleh ninggalin dia, pokoknya sebisa mungkin kamu harus hibur dia, ngerti?!”
Andro mengguk namun dia tetap membisu.
I love you, guys!” ucap Bibo lirih.
I love you, Bibo!” jawabku dan Andro bersamaan.
“Cepet balik, ya?!” tambahku.
“Pasti, Dee. Aku pasti cepet balik.” Kuelus Bibo dengan sayang, lalu perlahan kumasukan Bibo ke dalam tas ranselku, siap aku bawa besok untuk dipinjamkan ke Bosku yang harus mengisi seminar namun laptopnya lagi ngadat. Terpaksa, dia meminjam Bibo semingguan buat seminar itu.
Bye, Bibo!”
Bye, Dee!” Dia melambaikan tangannya sebelum reselting tas aku tarik sepenuhnya, menyembunyikannya dengan aman di sana.
***
 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos