Thursday, July 11, 2013

Resensi - BANGKOK : THE JOURNAL "Mencari Kunci Pembuka Hati"

Penulis : Moemoe Rizal
Penerbit : GagasMedia
Tahun Terbit : 2013
Halaman : viii + 436
ISBN : 970-780-629-4
Harga : Rp. 57.000
 


 Tak ada rasa benci yang mutlak di dunia ini, kecuali bagi mereka yang memang di takdirkan tak punya hati. Benci itu hampir sama dengan debu-debu yang menutupi permukaan buku. Namun, suatu saat selalu ada tangan yang menyingkap debu itu dan memperlihatkan kenyataan apa yang disimpannya.
Sama seperti hati manusia, kebencian menjadi debu yang menutupinya. Namun, dengan tangan Tuhan debu akan disingkap suatu hari nanti. Hati yang membenci itu akan kembali memperlihatkan apa yang disimpannya, entah sebuah kasih sayang yang mendalam pada sesuatu yang dibencinya, atau sebuah cinta berlebihan yang membuat rasa benci menguasainya.
Sama hal dengan Edvan. Laki-laki yang meninggalkan ibu dan adik laki-lakinya sepuluh tahun yang lalu. Dia berkeras untuk menjadi sukses tanpa kehadiran mereka. Namun, diam-diam dia merasakan rindu, rasa rindu yang dia kubur dalam-dalam dan dia biarkan terlupakan samar-samar.
Lalu kabar itu datang, kabar kematian sang ibu memaksanya pulang. Dan itulah saat pertama kali Tuhan menghapus sedikit debu kebenciannya. Namun, kematian ibunya buka satu-satunya hal yang mengejutkan. Ada satu lagi, ini tentang Advin, dia bukan lagi adik yang dia kenal dulu. Dia sekarang terkurung di tubuh seorang wanita anggun yang sangat mirip dengan ibunya. Edvan jelas tak bisa menerima ini, dan Advin tak akan memaksa kakaknya menerima dirinya. Sejak dulu dia tahu, kakaknya memang tak pernah mau menerima dirinya yang seperti perempuan. Tapi karena ibunya, Advin akhirnya menuruti hatinya, menjadi diri sendiri, menjadi wanita.
Soal aku jadi perempuan?” Edvin tergelak kecil. “justru ibu yang menyarankanku jadi begini. Kata ibu, aku harus jadi diri sendiri─” hal. 48

Dan dari sana semua dimulai, sebuah perjalanan panjang Edvan menemukan tujuh jurnal warisan ibunya. Edvan dapat menemukan clue pertama pada jurnal yang diberikan Advin, dan saat dia menemukan jurnal berikutnya, berarti dia sudah mendapat clue untuk jurnal selanjutnya, dan begitu seterusnya sampa semua terkumpul. 
Salah Satu Tampilan Jurnal di Novel Bangkok
Lalu dari jurnal inilah dia bertemu Charm, si guide yang mengguncang hatinya dengan cinta. Lalu Max yang menganggapnya kakak laki-lakinya, juga mereka yang Edvan temui saat mencari jurnal-jurnal itu. Mereka yang selalu meninggalkan kesan mendalam dalam hidup Edvan, membuat Edvan merasa warisan ibu bukan jurnal itu, namun semua pengalaman dan nilai-nilai yang dia temukan saat pencarian.
Novel karya Moemoe Rizal ini adalah novel yang wajib dibaca, karena kamu akan menemukan banyak hal yang jarang ditemukan di novel lainnya. Seperti diangkatnya problem transgender, yang untuk sebagian kalangan mereka diasumsikan negatif. Dan, di sini kamu akan menemukan bahwa mereka juga bisa menjadi orang-orang yang berguna, bahkan mungkin lebih berguna dari orang-orang yang “normal” sekalipun. Syaratnya mereka harus menjadi diri sendiri.
“… Makin lama semua orang bisa menerimanya. Karena apa, Sayang? Karena ketika aku menjadi diri sendiri, aku bisa menjadi orang yang berguna.” ─Waria di Wang Lang Market─  Hal. 128

Tokoh-tokohnya pun hidup dengan cara yang mengispirasi, seperti Tokoh Khun Niran yang bersedia menabung uangnya dalam tabungan ayam selama bertahun-tahun. Tujuannya untuk bisa pergi ke Indonesia dan bertemu Artika, ibu Edvan. Juga kisah Chang yang memiliki penyakit, namun dia tetap bahagia dengan hidupnya. Lalu kakak beradik Kanok dan Monyakul yang mengajarkan Edvan tentang “family help family,” walaupun saudaranya itu waria. Oh iya, juga ada seorang ibu yang menerima anaknya yang waria, bahkan dia mendukungnya walaupun anaknya adalah penari striperr.
“…. Buatku waria seperti anakku, jauh lebih baik dibanding laki-laki jantan yang berdosa terhadap ibunya sendiri. Harusnya manusia dinilai dari apa yang dia lakukan pada orang lain, bukan pada dirinya sendiri semata.” ─Seorang Ibu─ Hal 297

Jangan lupakan satu tokoh lagi, tokoh yang memang tidak bergerak nyata menceritakan dirinya sendiri, namun dia hadir dalam kisahnya di Jurnal dan dari mereka yang telah berjumpa dengannya, Artika. Dia adalah wanita yang berbeda, yang memiliki sudut pandang dan pemikiran yang membuat siapapun tersenyum karenanya, lalu jatuh cinta dan tak akan pernah bisa melupakannya.
Lalu Advin, entah kenapa aku suka dengan karakternya. Dia mencerminkan seorang transgender yang nggak lebay kayak mereka yang sering kutemui di dunia nyataku. Bisa dibilang, Advina ini adalah contoh transgender kelas atas yang tahu menempatkan diri agar terlihat terhormat, lebih terhormat dari wanita original.
Sedangkan Max, dia termasuk si penyegar suasana. Ulahnyalah yang kadang membuatku tertawa. Dia ini cowok lugu yang baik dan penuh kasih sayang. Sama seperti si Stevan, makhluk setia kawan yang omongannya kayak calon penghuni neraka. Lupakan itu, karena Stevanlah yang selama hampir sepuluh tahun mengingatkan Edvan tentang ibunya.
Salah satu Sketsa di Novel Bangkok
Itu semua baru tokoh pendampingnya, lalu bagaimana dengan para tokoh utamanya? Jelas tak kalah menarik. Seperti Charm yang begitu kuat menanggung sakitnya, dia tetap gigih menjalankan hidupnya, bekerja banting tulang untuk biaya pengobatannya, namun tetap menyempatkan diri menjadi pekerja sosial. Sayangnya, dia selalu menghindar dari Edvan yang tergila-gila padanya.
Sekarang, Edvan. Yap, benar! Dia adalah si narsis, si King Julian. Dia juga keras kepala, pekerja keras, seorang yang punya target dalam hidupnya, dan enggan menjadi nomor dua. Tapi, dia adalah seorang penyayang yang punya cara sendiri untuk menyayangi. Kayaknya Edvan ini agak-agak mirip si penulisnya, ya?! *Ups
Kalau ngomongin tentang pilihan kata, ya cukup mudah diterima sama otakku, lah! Tapi, pas di awal cerita, saat interaksi Edvan dan Stevan yang menggunakan berbagai jenis pilihan kata yang bikin aku mengulang tiga kali baru “ngeh” sama yang dimaksud.
Detail settingnya juga sempurna, kayak penulisnya pernah ke Bangkok aja, padahal berdasarkan beberapa sumber, si abang ini belum pernah ke sana sama sekali. Wao…hebat! Gimana cara risetnya ya?
Adegan yang aku suka di novel ini adalah adegan-adegan saat Advin bertemu Edvan. Walaupun Edvan ngomongnya benci sama Advin, sebenarnya Edvan menyayangi Advin, jadi rasa yang ingin disampaikan benar-benar terbangun nyata. Aku juga suka kekonyolan Advin di pesawat saat flirty sama pramugara, dan saat Edvan gantian yang flirty sama pramugari bernama Laila. Tapi, entah kenapa cara flirty’nya berkelas Advin ya?
Kalau adegan yang menyentuh dan bikin ‘nyes’? Banyak! Salah satunya saat Khun Niran bercerita tentang ibu Edvan, dan yang benar-benar hampir saja bikin aku nangis itu di halaman 399, ini bagian saat Advin cerita kebiasaan ibunya mendoakan kakaknya sekalipun kakaknya tak peduli pada mereka.
Aku juga mau komentar masalah notefoot’nya. Awalnya, aku merasa terganggu sama notefoot yang kayaknya nggak perlu dijadikan notefoot. Tapi, ternyata aku salah. Inilah salah satu keistimewaannya. Notefoot disii bukan cuma untuk menjelaskan arti, tapi juga menjelaskan beberapa adegan yang terjadi dalam cerita, dan notefoot itu bukan sembarang copi-paste dari google, notefoot langsung dijelaskan oleh Edvan sendiri yang berperan sebagai pencerita, alias novel ini bersudut pandang orang pertama.
Kalau ngomongin yang nyebelin. Di novel ini banyak kalimat berbahasa Thai, tapi, sebagian besar nggak dijelasin artinya di notefoot. Apa penulis berfikir, jika Edvan nggak tahu artinya pembaca juga nggak perlu tahu artinya? Erg!
Oke…oke…oke… Stop!
Sebanarnya masih banyak dari detail novel ini yang ingin aku paparkan. Tapi, nanti kebanyakan, bikin yang mau baca ogah! So, biar kalian tahu nikmatnya mengunyah novel ini segera beli dan dibaca. Nggak akan nyesel deh beli novel ini, serius! Tapi, nanti bacanya pelan-pelan saja, resapi setiap nilainya biar kamu dapat semua ilmunya.
Untuk nilainya aku kasih 4,7 dari 5 bintang. Tapi, nanti di Goodreads aku kasih 5 deh.
 Maaf-maaf, satu lagi! Novel ini salah satu novel kesayanganku. Kenapa? Karena novel ini bersignature asli penulisnya. Ya walaupun yang dapat adikku si @mandandaaa. Tetap aku ngerasanya ini milikku. Boleh dong? :D

No comments:

Post a Comment

 

Jejak Langkahku Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos